SARANA TA'LIM - “Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” [Al Isroo’:1]
Ketika Nabi
Muhammad SAW menceritakan pengalamannya pergi dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha, kemudian ke langit ke 7 hingga Sidratul Muntaha dalam
waktu semalam, maka orang-orang kafir Quraisy mentertawakannya,
sementara banyak orang yang telah masuk Islam, akhirnya murtad kembali
karena tidak percaya akan Isra’ dan Mi’raj.
Abu
Bakar ra, ketika ditanyakan apakah dia mempercayai Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad, dengan penuh keyakinan berkata, “Jika yang berkata demikian
itu adalah Muhammad bin Abdullah, maka yang lebih aneh dari itu pun aku
percaya, karena sesungguhnya Muhammad itu tidak pernah berbohong.” Meski
Nabi Muhammad SAW tidak pernah berbohong sehingga sampai dijuluki Al
Amin (Yang Terpercaya) oleh orang Quraisy Mekkah, tapi hanya sedikit
Muslim sajalah yang beriman akan cerita Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar
adalah salah satu dari sedikit orang itu yang dengan tegas menyatakan
keyakinannya, sehingga beliau dijuluki Ash Shiddiq.
Hingga
sekarangpun banyak Muslim yang masih ragu akan kebenaran Isra’ dan
Mi’raj, meski itu nyata tertuang dalam Al Qur’an dan juga hadits Nabi
yang shahih. Bagaimana mungkin orang bisa pergi dari Mekkah hingga
Yerusalem, kemudian ke langit ke 7 dan kembali lagi dalam semalam? Itu
tidak rasional, begitu pendapat mereka. Ada juga yang berpendapat apa
yang dialami Nabi tidak lebih dari mimpi (perjalanan rohani) belaka.
Padahal
jika hanya mimpi, itu bukan mu’jizat Allah! Kita semua bisa mimpi pergi
ke negeri asing, ke bulan, bahkan ke langit dalam sekejap. Selain itu,
tak mungkin terjadi kegemparan yang demikian heboh, sehingga orang-orang
kafir pada tertawa, orang-orang
Islam yang imannya pas-pasan murtad kembali, dan Abu Bakar sampai digelari Ash Shiddiq.
Jika
itu dikatakan tidak masuk akal juga keliru. Di zaman baheula, di mana
belum ada pesawat terbang atau pesawat ruang angkasa seperti space
shuttle, mungkin pendapat itu masih wajar.
Tapi
di zaman sekarang ini, perjalanan sejauh itu dalam waktu sedemikian
singkat, seharusnya sudah mulai masuk di akal kita. Dulu orang
menganggap perjalanan dari Mekkah ke Yerusalem dalam semalam mustahil.
Itu wajar, karena mereka masih naik onta yang kecepatannya tak lebih
dari 60 km per jam. Tapi sekarang dengan pesawat tempur yang canggih
(contohnya pesawat SR-71 Blackbird) yang kecepatannya sampai mach 3 (3
kali kecepatan suara atau sekitar 3000 km per jam), maka perjalanan itu
bisa di tempuh dalam waktu kurang dari 4 jam dengan teknologi manusia
pada zaman ini! Bahkan manusia telah mampu menciptakan roket yang bisa
melaju hingga lebih dari 40 ribu kilometer per jam. Artinya dalam waktu
kurang dari satu jam, bumi sudah selesai dikitari!
Teknologi
telpon, memungkinkan suara seseorang bisa diterima hampir seketika
meski jaraknya sampai 20 ribu kilometer (misalnya dari Hawaii ke Eropa),
walaupun kecepatan suara itu cuma sekitar 1000 kilometer per jam.
Menurut nalar manusia primitif, seharusnya suaranya tertunda hingga 20
jam. Teknologi manusia memungkinkan hal itu terjadi.
Sekarang
kita bisa mengirim e-mail atau berita dengan sekejap meski jaraknya
puluhan ribu kilometer. Di zaman kuno, hal itu tidak mungkin. Begitu
pikiran orang-orang yang kuno.
Di
zaman yang akan datang, teknologimanusia akan terus berkembang dan
berkembang, sehingga kecepatan pesawat akhirnya bisa mendekati kecepatan
cahaya.
Nah
yang saya sebut di atas adalah contoh dari teknologi buatan MANUSIA.
Bagaimana dengan teknologi ciptaan Allah? Lebih jelek atau lebih baik
dari buatan makhluknya? Jika akal kita masih sehat, tentulah kita akan
mengakui bahwa Allah Maha Kuasa tentu akan jauh lebih hebat kemampuannya
ketimbang manusia yang cuma makhluk ciptaannya..
Manusia
hanya bisa membuat dari bahan yang sudah diciptakan oleh Allah SWT,
sementara Allah mampu menciptakan sesuatu dari ketidak-adaan. Jika
manusia bisa membuat logam mati yang tidak bergerak menjadi pesawat yang
berkecepatan tinggi hingga beberapa kali kecepatan suara, bukankah
Allah SWT yang telah menciptakan cahaya dengan kecepatan 300 ribu
kilometer per DETIK lebih mampu lagi menciptakan kendaraan atau makhluk
yang jauh lebih cepat dari cahaya?
Ada
satu cerita. Konon ada seekor semut yang hinggap di kopiah seorang
haji. Pak Haji ini, kemudian pergi dari Surabaya ke Banjarmasin pada
pagi hari, kemudian kembali lagi pada sore hari. Ketika semut itu
berkata, bahwa dia telah pergi ke Banjarmasin pada pagi hari, kemudian
kembali lagi pada sore hari, maka teman-temannya tidak percaya. “Tidak
mungkin!” Demikian kata teman-temannya. Surabaya dan Banjarmasin itukan
jaraknya lebih dari 1000 km dan terpisah laut yang luas, bagaimana
mungkin kamu pulang pergi ke sana cuma dalam sehari?”
Begitulah
pikiran semut. Jika semut itu yang pergi sendiri, itu memang tidak
mungkin. Tapi kalau semut itu menumpang pada teknologi manusia, bukankah
hal itu jadi mungkin?
Demikian
pula Nabi Muhammad SAW. Jika Nabi Muhammad SAW pergi sendiri, tentulah
tak akan bisa melakukannya dalam semalam, meski hanya pergi ke
Yerusalem. Tapi karena Allah SWT yang menyediakan kendaraannya serta
memperjalankan Nabi, maka hal itu mungkin saja, karena Allah SWT adalah
Tuhan yang Maha Kuasa. Allah SWT adalah pencipta segalanya, termasuk
ruang dan waktu.
Menurut
pikiran manusia (yang cuma makhluk ciptaan Allah SWT), hal itu mungkin
tidak mungkin (terutama bagi orang yang imannya berada “di bawah garis
kemiskinan”:), tapi kalau bagi Allah SWT, itu adalah hal yang mudah
sekali.
Sesungguhnya,
perjalanan melintas penjuru langit dan bumi itu dapat dilakukan oleh
manusia (meski tidak sehebat Israa’ Mi’raj). Allah SWT telah menyatakan
hal ini bahwa jin dan manusia bisa melakukan itu jika mereka memakai
kekuatan (power):
“Hai
jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan.” [Ar Rahman:33]
Sekarang
manusia telah menciptakan berbagai pesawat dari yang kekuatannya ribuan
tenaga kuda (HP), hingga jutaan tenaga kuda (bahkan lebih di masa depan
nanti).
Semakin
modern kita, di mana terjadi banyak penemuan kendaraan-kendaraan yang
berkecepatan makin lama makin tinggi, seharusnya perjalanan seperti
Israa’ Mi’raj itu akan makin mudah diterima. Jika ada yang menganggap
tidak masuk akal, tentu pikirannya tidak berbeda jauh dengan pikiran
primitif orang-orang kafir Quraisy macam Abu Jahal dan Abu Lahab yang
tinggal di zaman baheula.
Berikut adalah hadits Nabi Muhammad SAW tentang Israa’ Mi’raj:
Imam
Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Anas Ibnu Malik bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Didatangkan untukku Buraq yang merupakan
hewan putih,
panjangnya
diatas himar dan dibawah bagal, kukunya berada di akhir ujungnya.
Beliau bersabda, `Aku segera menunggainya hingga tiba di Baitul Maqdis.’
Beliau bersabda, `Lalu ia mengikatnya dengan tali (rantai) yang biasa
dipakai oleh para nabi untuk mengikat.’
Beliau melanjutkan, `Kemudian aku memasuki masjid (Baitul Maqdis) dan mendirikan shalat dua rakaat.
Setelah
itu, aku keluar. Lalu Malaikat Jibril a.s. mendatangiku dan menyodorkan
dua buah gelas yang satu berisi khamar dan lainnya berisi susu. Aku
memilih gelas yang berisi susu dan Jibril a.s. berkata, `Engkau telah
memilih kesucian.’
Kemudian
ia naik bersamaku ke langit yang pertama. Jibril meminta dibukakan
pintu. Lalu (malaikat penjaga langit pertama) bertanya, `Siapakah kamu.’
Jibril a.s. menjawab, `Jibril.’ Kemudian ia ditanya lagi, `Siapakah
yang besertamu?’ Jibril a.s. menjawab, `Muhammad.’ Malaikat itu
bertanya, `Apakah kamu diutus?’
Jibril
menjawab, `Ya, aku diutus.’ Lalu pintu langit dibukakan untuk kami.
Ternyata aku bertemu dengan Nabi Adam a.s. Ia menyambutku dan
mendoakanku dengan kebaikan.
Setelah
itu Jibril a.s. naik bersamaku kelangit yang kedua dan meminta
dibukakan pintu. Lalu pintu langit kedua dibukakan untuk kami. Di sana
aku bertemu dengan dua putra paman Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria
a.s., keduanya menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Lalu
Jibril a.s. naik bersamaku ke langit yang ketiga dan meminta dibukakan
pintu langit ketiga. Lalu pintu langit ketiga dibukakan untuk kami. Di
sana aku bertemu dengan Yusuf a.s. yang telah dianugerahi sebagian
nikmat ketampanan. Ia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Kemudian
Jibril a.s. naik bersamaku kelangit keempat dan meminta dibukakan pintu
langit keempat. Lalu pintu langit keempat dibukakan untuk kami. Di sana
aku bertemu dengan Idris a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan
kebaikan. Allah SWT berfirman, `Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat
yang tinggi.’
Setelah
itu Jibril a.s. kembali naik bersamaku kelangit yang kelima dan meminta
dibukakan pintu langit kelima. Lalu ia membukakan pintu langit yang
kelima untuk kami, Di sana aku bertemu dengan Harun a.s. yang
menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.
Malaikat
Jibril a.s. kembali naik bersamaku ke langit yang keenam dan meminta
dibukakan pintu untuk kami. Lalu ia membukakan pintu keenam untuk kami.
Di sana aku bertemu dengan Musa a.s. yang menyambutku dan mendoakanku
dengan kebaikan.
Lalu
Jibril a.s. naik lagi bersamaku ke langit yang ketujuh dan meminta
dibukakan pintu langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga pintu langit
ketujuh membukakan pintu untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Ibrahim
a.s. yang menyandarkan punggungnya ke
Baitul
Ma’mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat dan
tidak kembali kepadanya –sebelum menyelesaikan urusannya.
Setelah
itu, ia pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata, daun-daunnya
sebesar kuping gajah dan buah-buahannya menyerupai buah anggur. Begitu
perintah Allah SWT menyelubunginya dan menyelubungi apa-apa yang akan
diselubungi, ia segera berubah. Tidak ada seorang makhluk Allah pun yang
mampu menyifati keindahan dan keelokannya.
Lalu
Allah Maha Agung mewahyukan apa-apa yang akan diwahyukan-Nya kepadaku
dan mewajibkanku untuk mendirikan shalat lima puluh kali setiap hari
sehari semalam. Setelah itu, aku turun menemui Musa a.s..
Ia
bertanya kepadaku, `Apakah gerangan yang telah diwajibkan Allah SWT
atas umatmu.’ Aku menjawab, ‘Mendirikan shalat sebanyak lima puluh
kali.’ Kemudian ia berkata, `Kembalilah kepada Rabb-mu dan mohonlah
kepada-Nya keringanan. Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan
untuk melakukan itu. Sesungguhnya aku telah berpengalaman mencobanya
kepada Bani Israel.’ Beliau melanjutkan sabdanya, `Kemudian aku kembali
kepada Rabb-ku dan memohon, `Wahai Rabb, berikanlah keringan untuk
umatku.’ Dan Ia mengurangi menjadi lima kali.
Setelah
itu, aku kembali menemui Musa a.s. dan kukatakan kepadanya, `Ia telah
mengurangi menjadi lima kali.’ Namun Musa a.s. kembali berkata,
`Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu.
Karena itu kembalilah kepada Rabb-mu dan mohonlah keringanan.’ Lalu aku
bolak-balik bertemu antara Rabb-ku Yang Maha Tinggi dengan Musa a.s..
Lalu Dia berfirman, `Wahai Muhammad, sesungguhnya kelima shalat itu
dilaksanakan setiap sehari semalam. Setiap shalat dihitung sepuluh yang
berarti berjumlah lima puluh shalat.
Barang
siapa yang ingin melakukan suatu kebaikan kemudian tidak
melaksanakannya, maka Ku-tuliskan untuknya satu kebaikan. Dan jika ia
mengerjakannya, maka Ku-tuliskan untuknya sepuluh kebaikan.
Barangsiapa
ingin melakukan kejelekan kemudian tidak melakukannya, maka Aku tidak
menulis apa-apa padanya. Dan jika ia mengerjakannya, maka Aku
menuliskannya satu kejelekan.’ Beliau kembali melanjutkan sabdanya,
`Lalu
aku turun hingga sampai kepada Musa a.s. dan memberitahukan hal
tersebut. Musa a.s. berkata, `Kembalilah kepada Rabb-mu dan memohonlah
keringanan.’
Saat
itu Rasulullah saw. bersabda, `Aku katakan kepadanya, `Aku telah
berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu
kepada-Nya.’”
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !