Jawa
Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia
sepertinya menjadi sasaran utama tumbuh suburnya aliran sesat dan
gerakan pemurtadan. Hal itu ditandai dengan sering munculnya ajaran
Islam sempalan dan ditemukannya kasus-kasus pemurtadan yang dilakukan
oleh pihak misionaris. Demikian disampaikan Sekum MUI Jabar, Drs. Rafani
Akhyar.
"Padahal di propinsi lain tidak demikian," ujar Rafani Akhyar saat menerima elemen Ormas Islam yang tergabung dalam Forum Islami (FIS) di kantornya Jalan RE. Martadinata Kota Bandung, Senin (11/03/2013).
Rafani menambahkan setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan mengapa Jawa Barat selalu menjadi sasaran ajaran aliran sesat ini dan pemurtadan. Pertama, selain luas wilayah yang cukup besar serta memiliki jumlah penduduk yang banyak maka sangat memungkinkan penyebaran aliran-aliran sesat tersebut berkembang dengan “aman dan nyaman”.
Kedua, adalah pemahaman agama sebagian besar masyarakat Islam di Jawa Barat belumlah baik sehingga demikian mudahnya masyarakat menerima ajaran sesat yang dikemas dengan label islami padahal jauh dari ajaran Islam yang sesungguhnya.Dan yang ketiga adalah tingkat ekonomi yang masih rendah sehingga menjadi sasaran aliran sesat terutama kasus berpindahnya agama (murtad) hanya karena dapat bantuan secara ekonomi.
“Ini memang terkesan alasan klasik, namun kenyataan di lapangan demikian adanya,” sambungnya.
Selain faktor di atas,Rafani juga mengakui terkadang kasus penodaan agama maupun pemurtadan ditunggangi faktor politis.Ia mencontohkan kasus Ahmadiyah yang tak kunjung selesai padahal pelanggarannya sangat nyata dan jelas. Aparat penegak hukum sendiri sepertinya “kesulitan” menerapkan pasal atau aturan hukum yang berlaku. Padahal remokendasi MUI daerah maupun nasional jelas dan gamblang.
“Seperti ada tangan-tangan yang tak terlihat yang bermain dibelakang.Ini bukan hanya kasus besar (nasional) saja,kasus lokal juga tidak jelas penanganannya.Dengan dalih HAM dalam kebebasan beragama menjadi landasan mereka menodai ajaran Islam,”imbuhnya.
Namun demikian ia mengajak khususnya Ormas Islam dan kaum Muslimin untuk tidak bersikap lemah dan menyerah atas persoalan tersebut.Kuncinya adalah ukhuwah dan kerja sama antar elemen pelaku dakwah yang saling menguatkan dan tidak sebaliknya saling melemahkan.
Sementara itu dalam kesempatan tersebut Hari Nugraha y
ang menjadi juru bicara FIS memaparkan bahwa selama lima tahun terakhir ini pihaknya mencatat setidak di Jabar ada 258 kasus yang terindikasi aliran sesat.Sebagian telah ditangani secara hukum dan pelakuknya mendapat putusan hukum namun sebagian masih mengambang atau bebas bergerak.
“Contoh di Bandung kasus Rohmansyah dengan aliran Quraniyah hingga kini belum ada putusan hukum. Padahal kasusnya sendiri sudah berjalan lebih dari lima tahun sejak ia menyebarkan ajaran sesatnya dan kita sudah laporkan kepada pihak berwajib. Ini salah satu indikasi lemahnya penegakan hukum,” jelasnya.
Hari menambahkan ringannya sanksi hukum menjadi salah satu faktor orang dengan mudah menyebarkan ajaran sesat.Sehingga hal ini menjadi celah bagi kelompok tertentu untuk memecah belah umat Islam lewat ajaran sempalan.Disisi lain sambung Hari,pemahaman Islam masih yang rendah,faktor ekonomi dan politik sering kali dimanfaatkan musuh kaum muslimin untuk mengubah akidah yang ujungnya terjadi konflik horizontal.
Senada dengan Rafani, Hari berharap elemen Islam yang tergabung dalam FIS bisa menjadi media dan sarana pergerakan dalam membentengi akidah umat serta melawan setiap usaha yang melemahkan umat Islam.
Pihaknya juga berharap MUI sebagai wadah umat Islam dapat menjadi simbol terdepan dalam menjaga akidah dan senantiasa mendorong pemerintah khususnya aparat terkait dalam penegakan hukum atas kasus-kasus penodaan agama.*
Sumber: Hidayatullah.com
"Padahal di propinsi lain tidak demikian," ujar Rafani Akhyar saat menerima elemen Ormas Islam yang tergabung dalam Forum Islami (FIS) di kantornya Jalan RE. Martadinata Kota Bandung, Senin (11/03/2013).
Rafani menambahkan setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan mengapa Jawa Barat selalu menjadi sasaran ajaran aliran sesat ini dan pemurtadan. Pertama, selain luas wilayah yang cukup besar serta memiliki jumlah penduduk yang banyak maka sangat memungkinkan penyebaran aliran-aliran sesat tersebut berkembang dengan “aman dan nyaman”.
Kedua, adalah pemahaman agama sebagian besar masyarakat Islam di Jawa Barat belumlah baik sehingga demikian mudahnya masyarakat menerima ajaran sesat yang dikemas dengan label islami padahal jauh dari ajaran Islam yang sesungguhnya.Dan yang ketiga adalah tingkat ekonomi yang masih rendah sehingga menjadi sasaran aliran sesat terutama kasus berpindahnya agama (murtad) hanya karena dapat bantuan secara ekonomi.
“Ini memang terkesan alasan klasik, namun kenyataan di lapangan demikian adanya,” sambungnya.
Selain faktor di atas,Rafani juga mengakui terkadang kasus penodaan agama maupun pemurtadan ditunggangi faktor politis.Ia mencontohkan kasus Ahmadiyah yang tak kunjung selesai padahal pelanggarannya sangat nyata dan jelas. Aparat penegak hukum sendiri sepertinya “kesulitan” menerapkan pasal atau aturan hukum yang berlaku. Padahal remokendasi MUI daerah maupun nasional jelas dan gamblang.
“Seperti ada tangan-tangan yang tak terlihat yang bermain dibelakang.Ini bukan hanya kasus besar (nasional) saja,kasus lokal juga tidak jelas penanganannya.Dengan dalih HAM dalam kebebasan beragama menjadi landasan mereka menodai ajaran Islam,”imbuhnya.
Namun demikian ia mengajak khususnya Ormas Islam dan kaum Muslimin untuk tidak bersikap lemah dan menyerah atas persoalan tersebut.Kuncinya adalah ukhuwah dan kerja sama antar elemen pelaku dakwah yang saling menguatkan dan tidak sebaliknya saling melemahkan.
Sementara itu dalam kesempatan tersebut Hari Nugraha y
ang menjadi juru bicara FIS memaparkan bahwa selama lima tahun terakhir ini pihaknya mencatat setidak di Jabar ada 258 kasus yang terindikasi aliran sesat.Sebagian telah ditangani secara hukum dan pelakuknya mendapat putusan hukum namun sebagian masih mengambang atau bebas bergerak.
“Contoh di Bandung kasus Rohmansyah dengan aliran Quraniyah hingga kini belum ada putusan hukum. Padahal kasusnya sendiri sudah berjalan lebih dari lima tahun sejak ia menyebarkan ajaran sesatnya dan kita sudah laporkan kepada pihak berwajib. Ini salah satu indikasi lemahnya penegakan hukum,” jelasnya.
Hari menambahkan ringannya sanksi hukum menjadi salah satu faktor orang dengan mudah menyebarkan ajaran sesat.Sehingga hal ini menjadi celah bagi kelompok tertentu untuk memecah belah umat Islam lewat ajaran sempalan.Disisi lain sambung Hari,pemahaman Islam masih yang rendah,faktor ekonomi dan politik sering kali dimanfaatkan musuh kaum muslimin untuk mengubah akidah yang ujungnya terjadi konflik horizontal.
Senada dengan Rafani, Hari berharap elemen Islam yang tergabung dalam FIS bisa menjadi media dan sarana pergerakan dalam membentengi akidah umat serta melawan setiap usaha yang melemahkan umat Islam.
Pihaknya juga berharap MUI sebagai wadah umat Islam dapat menjadi simbol terdepan dalam menjaga akidah dan senantiasa mendorong pemerintah khususnya aparat terkait dalam penegakan hukum atas kasus-kasus penodaan agama.*
Sumber: Hidayatullah.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !